Karena sebuah tugas saya harus menyusuri sungai di kalimantan. Untungnya kotanya adalah Banjarmasin. Kota yang mempunyai banyak sungai besar dan ratusan sungai kecil. Dengan induk sungainya sungai barito dan sungai martapura kota ini mempunyai prasarana yang sangat memadai untuk dijadikan kota wisata air. Namun dengan banyak dibangunnya jalan jalan beraspal yang licin dan keras. Juga dengan semakin mudahnya warga kota ini untuk memiliki kendaraan bermotor maka perlahan lahan kendaraan air semisal perahu dan klotok mulai ditinggalkan.
Namun demikian, Banjarmasin pada dasarnya adalah kota air. Tanahnya dikelilingi rawa. Untuk tanah yang keras dan kering adalah sangat jarang. Aslinya semua daratan di kota ini basah. Jika air pasang datang jangan heran jika halaman rumah tergenang air. Sungai-sungainya pun masih cukup dalam untuk dilayari dengan perahu kecil ataupun klotok. Selain itu masih banyak wilayahnya yang hanya bisa didatangi hanya dengan perahu ataupun kendaraan air lainnya.
Seperti ketika saya harus mengunjungi daerah yang terpencil. Masih diwilayah kota ini juga, tepatnya di Banjarmasin Timur. Saat itu saya memerlukan data RT 25 dan 26 kelurahan Basirih selatan. Dan untuk mendapatkannya kami harus Pergi ke RT 25 Basirih selatan, karena data yang kami butuhkan tidak ada di kelurahan. Dan berdasarkan info yang kami terima ada 2 cara untuk ke tempat itu, yaitu lewat hutan kecil di belakang Tempat pembuangan Sampah Akhir (TPA) Basirih. Atau altenatif kedua lewat sungai besar di Mantuil. Karena kami saat itu mengendarai sepeda motor jenis matik, kami langsung mencoba menempuh jalur darat. Saat itu yang ada dalam bayangan kami adalah hutan kecil mah bukan halangan. Jaraknya pun hanya 2 jam saja kata orang situ.
Namun ketika kami mulai memasuki Tempat Pembuangan Sampah akhir di Basirih. Nyali mulai ciut. Tanah nya berlumpur. Basah. Hitam. Bau. Kami pun ragu untuk melanjutkan jalan ini. Ketika bertemu seorang petugas Sampah kami bertanya.Apakah betul jalan ini menuju RT 25 Basirih.
Bukan. Bukan ini tetapi ke arah sana. Katanya sambil tersenyum.
Ternyata ada pertigaan kecil yang telah kami lewati. Jadi kesimpulannya kami nyasar.
Alhamdulillah bukan jalan tadi kataku dalam hatiku. Kemudian balik lagi.. sambil berjalan lebih hati-hati. Kemudian kami menyusuri jalan yang ditunjuk bapak tadi. Jalan selebar 1 meter cukup mulus. Kiri kanan semak belukar. Seperempat jam menyusuri jalan itu awalnya mulus. Tanah berbatu. Seperempat jam kemudian memasuki hutan dengan tanah berlumpur. Sepuluh menit selanjutnya tanah berair dengan genangan kecil setinggi 20 cm. Busyet apa lagi nih berikutnya. Pikir ku.
Ketika sudah berjalan 1 jam motor kami dihadapkan pada jalan yang berlumpur basah. Coklat dan superlicin. Untuk sekedar berdiri saja sulit. Berhenti dulu. Ngebayangin parahnya seperti jalan apa jalan yang akan dilalui nanti. Melihat kiri kanan dan bertanya ke sebuah rumah kecil satusatunya ditempat itu.
Pak kalau jalan ke RT 25 Basirih itu apakah betul lewat sini?
Betul. Tetapi sebaiknya jangan diteruskan jika menggunakan motor seperti ini.
Kenapa?
Jalannya mantap sekali ancurnya. Licin berlumpur dan banyak genangan air setinggi lutut. Dan kalau motor mogok di tengah jalan. Jangan harap ada bantuan. Jarang ada orang yang lewat. Jalannya sepi. Karena hampir semua penghuni RT 25 itu kemana-mana menggunakan perahu. Jika pun ada yang pakai motor lewat situ paling hanya petugas hutan atau Pak RT 25 sendiri.
Bujug buneng . pikir ku.. ”Makasih pak. Assalammualaikum..”
Tanpa banyak fikiran kami pun membatalkan ke rumah RT itu lewat darat. Dan langsung ke jembatan Mantuil untuk menyewa klotok.
Dengan menitipkan kendaraan kami disebuah warung kopi ,pinggir jembatan baru Mantuil, kami pun berangkat naik klotok. Sebuah perahu kecil bermesin diesel. Ongkosnya Rp 20.000 perorang untuk bulak balik. Dengan rute Mantuil - RT 25. Tinggal katakan mau kerumah siapa , mereka akan tahu lokasinya. Dan akhirnya kami pun naik klotok.
Ternyata pergi menggunakan klotok cukup menyenangkan. Walau sedikit takut.. maklum ada yang tidak bisa berenang. Dengan lebar sungai kira-kira 20 meter dan kedalaman 10 meter Sungai mantuil ini cukup ramai oleh lalu-lalang klotok. Air nya yang coklatpenuh dengan hilir mudiknya perahu dan klotok. Banyak rumah-rumah disepanjang pingir sungai. Rumah panggung sederhana dari kayu. Semua rumah menghadap ke air. Jadi artinya jalan kalau mau bertamu ya lewat air. Jalan darat sudah pasti susah. Disepanjang rumah ada yang mandi. Mancing. Ngelamun. Masak dan lain-lain.
Sebagai catatan jika naik klotok. Hati hati ketika 2 buah klotok dari arah yang berlawanan saling melewati.. karena perahu membawa ombak masig-masing jadi jika salah satu ngebut maka akan menciptakan ombak yang lebih besar dan ombak ini cukup membuat perahu yang satunya goyah dan tenggelam. Kita tidak pernah tahu seberapa jagonya tukang perhu menguasai perahunya. Dan kejadian perahu tenggelam walau jarang selalu ada tiap tahunnya.
Oke. 30 menit lewat sudah. Kami pun sampai di persimpangan. Tempat ini adalah pertemuan 2 sungai besar. Rumah rumah lebih banyak dari pada di perjalanan tadi. Kami ambil kiri. 40 menit menysusuri sungai yang lebih kecil dan lebih sepi dan akhirnya sampai di perkampung RT 25 ini. Beberapa jembatan kayu kecil melintang di atas jalan yang kami lewati. Jembatan ini menghubungkan satu rumah dengan rumah yang lain. Setelah menambatkan klotoknya kami pun bertamu ke rumah pak RT 25.
Assalammualaikum... Tidak ada sahutan.. setelah bertanya ke tetangga kiri kanan Rumahnya ternyata kosong. Pak Rtnya sedang ke kota.
Capekdeh.
Mangkanya telepon.. hari gini ga pake telepon.
Emang punya nomornya? Kagak..
Setelah kami minta nomor hpnya kami pun pamit. Kemana sekarang.. Ke RT 26. Tidak jauh dari sini tetapi di sungai yang satunya lagi. Untung pakai klotok. Coba pakai motor nggak kebayang jalannya ke RT 26. Tidak ada jalan darat kesana. Rumahnya sih dekat. Gentengnya saja kelihatan. Namun, rumahnya dikelilingi air.
Setelah negosiasi harga klotok untuk tempat berikut kami pun siap berangkat, namun hujan turun. Cukuplebat dan kami pun berteduh di sebuah rumah kosong di pinggir sungai. Melamun menunggu hujan berhenti..