Wednesday 23 March 2011

KONVERSI MITAN KE GAS DI BANJARMASIN DITUNDA : Melihat Lebih dalam Banjarmasin



Konversi minyak tanah ke gas 3 kg di Indonesia sudah berjalan 3 tahun lebih semenjak digulirkan tahun 2007 di Jakarta. Seiring berjalannya waktu masyarakat makin akrab dan kenal tentang gas. Pemakaian gas untuk rumah tangga sudah menjadi kebutuhan bagi masyarakat. Terlebih lagi masyarakat perkotaan karena Harga Minyak tanah mahal dan terbatas jumlahnya. Namun di tahun sepanjang tahun 2010 sesuatu. Ketika tabung-tabung yang sudah waktunya ditarik dan seiring banyaknya oplosan gas 3 kg ke tabung gas12 kg akibat dari perbedaan harga karena subsidi pemerintah untuk tabung 3Kg menyebabkan banyak masalah. Kebakaran akibat dari kebocoran Tabung gas tidak pernah berhenti beritanya. Semua media massa berlomba untuk menceritakan dan mengabarkan, tentu dengan bumbu drama. Membuat panik masyarakat dan pemerintah. Dan di akhir tahun 2010 cerita kebakaran akibat pemakaian tabung gas mulai reda, menyisakan trauma bagi pemakai dan calon pemakai tabung gas 3kg.

Banjarmasin awal Januari 2011 ini seharusnya sudah menikmati kompor gas 3kg, namun pemerintah kotanya belum mengizinkan. Setelah melalui rapat yang panjang dan berestafet selama 2 bulan penuh (dari akhir Januari awal Maret 2011). Akhirnya Bapak walikotanya dalam rapat hari Sabtu 11 Maret 2011 di Banjarmasin memutuskan untuk menunda Konversi Minyak Tanah Ke gas di kota Banjarmasin sampai batas waktu yang tak terbatas. Alasannya adalah sosialisasi dan edukasi di masyarakat banjarmasin belum cukup. Harus ada iklan layanan masyarkat di setasiun TV lokal di Banjarmasin. Harus ada Surat Pernyataan dari masyarakat bahwa barang konversi, yaitu kompor, tabung gas dan acesoriesnya tidak akan dijual. Harus ada surat permohonan dari masyarakat untuk meminta barang konversi itu. Harus ada daftar nama calon penerima yang sudah ditandatangani oleh setiap anggota masyarakat.

Kalau dilihat lebih dalam, sebetulnya yang ditakuti oleh walikota Banjarmasin adalah terjadinya kebakaran yang diakibatkan oleh tabung gas 3 kg. Masyarakat Banjarmasin adalah masyarakat perkotaan dengan nilai plus. Nilai plusnya terletak pada sungainya yang banyak dan dapat ditelusuri dengan perahu. Sungai Martapura, Sungai Kelayan , sungai Kuin dan masih banyak lagi. Banyak rumah berdiri di atas sungai. Banyak rumah berdiri di atas rawa. Dan jika kita membayangkan kota Banjarmasin sebetulnya mirip kota Jakarta di wilayah Kelurahan Tambora dan Kelurahan Tanah Tinggi dengan rumah penduduknya terbuat dari kayu dan papan. Tanah ukuran 2 x 10 meter bisa jadi 4 rumah. Ditambah tanahnya adalah rawa-rawa yang banjir ketika air sungai pasang.. Kebayang sekarang kumuh dan padatnya. Dan sebagaimana Tambora di Jakarta, Kota banjarmasin pun sering terjadi kebakaran. Saking seringnya terjadi kebakaran, mayarakat banjarmasin dengan swadaya sendiri membentuk Barisan Pemadam Kebakaran di setiap kelurahan. Mobil seukuran kijang kotak dengan bak terbuka yang dilengkapi alat penyemprot airnya selalu siap siaga menyusuri jalan-jalan kecil sebagai jawaban jika terjadi kebakaran. Salut untuk hal ini.

Entah kenapa.. Saat ini program Program Konversi Minyak tanah ke gas 3 kg diambil alih oleh Kementrian ESDM. Bukan oleh Pertamina seperti yang selama ini kita yakini. Pertamina sekarang hanya bertugas membagikan saja paket perdana. Sedangkan pendataan dan Sosialisasi dilakukan oleh kementrian ESDM. Dan hasilnya.. Walaupun sosialisasi dan edukasi sudah dilakukan oleh konsultan Edsos (Edukasi dan sosialisasi) sebagai perpanjangan tangan Kementrian ESDM.. Namun hasilnya kurang menempel. Pendataannya saja lama, 3 bulan, hasilnya banyak yang menolak karena takut terhadap tabung gas 3 kg dan kemudian pendataan tambahan, selama 1 bulan, sehingga mencapai angka yang ditargetkan. Namun ketika angka 75% calon penerima dari kepala Keluarga Kota Banjarmasin didapat seperti yang diminta pemerintah kota inginkan, ternyata Pemkot dalam hal ini walikota tidak juga mau memberikan izin distribusikan paket di wilayahnya. Karena ternyata ketakutan berlebihan pemkot terhadap tabung gas 3 kg belum juga hilang.

Jadi mau bagaimana sekarang? Siapa yang untung dengan kejadian ini? Ini bukan film koboy The Good, The Bad and The Ugly dimana 3 unsur saling bertemu bertemu untuk memperebutkan sesuatu. Ini program pemerintah untuk kesejahteraan masyarakatnya. Sebetulnya lucu juga melihat ini, dari Medan di sumatera sampai Malili di Sulawesi orang-orang sudah sangat akrab dengan tabung gas 3 kg. Disana kompor gas sudah menjadi kebutuhan sehari-hari. Tetapi jika dipikir lebih dalam lagi malah kasihan. Banyak pekerjaan sia-sia. ESDM kebingungan mau diapakan datanya. Pemerintah Kota Banjarmasin malah tambah takut, karena merasa harus menerima bom. Pertamina bengong mau diapakan kompor gas dan tabung yang menumpuk di gudang. Masyarakat banjarmasin harus siap sengsara dengan susahnya mencari minyak tanah karena di luar kota Banjarmasin distribusi paket konversi sudah berjalan. Di Jakarta Pemerintah pusat heran karena program kerjanya berantakan. kok tidak jalan, padahal di tempat lain lancar-lancar saja.

Penduduk banjarmasin sebetulnya terbuka dan egaliter. Mereka juga sangat mandiri. Alamnya kaya. Sungainya penuh udang dan ikan. Mereka mau belajar dan bisa diajak diskusi. Namun satu hal yang kurang.. untuk soal dagang kekeluargaannya mereka kurang. Mungkin karena sifat mandirinya yang terlalu kuat. Sehingga kita susah menemukan pengusaha sukses dari Kalimantan yang mumpuni. Yang mampu berbicara di tingkat nasional dan internasional. Padahal semua kayu asalnya dari Kalimantan. Semua batubara asalnya dari kalimantan. Dan intan terbaik didapat dari Kalimantan.

Sebagai usulan, sekali-kali Bapak walikota perlu di ajak jalan-jalan ke kelurahan Tanah Sereal Jakarta. Untuk melihat bahwa ada wilayah yang lebih kumuh dari Kelayan. Tanah seluas 2 x 10 meter bisa jadi 12 rumah. Enggak kebayang gimana mereka tidurnya.. Jika terjadi kebakaran disitu, jangan harap mobil pemadam bisa masuk. Paling Cuma parkir di ujung jalan. Dan rasanya jadi kasihan melihat satgas LPG-nya sudah jauh-jauh meninjau program konversi di Jakarta namun hasilnya mentah lagi, karena rasa itu masih ada.

Tetap semangat! Banjarmasin.. Ayo.. Kayuh baimbai..

No comments:

Post a Comment