Jika kita ke Palmeriam Jakarta Timur,
kita akan melihat sebuah parit berukuran sedang membujur dari selatan ke utara.
Dalamnya sekitar 3 meter dan lebarnya 4 meter. Suasana disini asri dengan
pepohonan yang rimbun di kiri kanannya. Saat ini parit ini berfungsi untuk
menyalurkan air sungai Ciliwung jika sedang meluap. Parit ini dibangun oleh
tentara Mataram saat menyerang Batavia. Mereka bermarkas disekitar Matraman
saat ini. Sebuah penyerangan yang gagal dalam mengusir kompeni VOC saat diawal
mereka berdiri.
Melihat lagi sejarah Indonesia
sebetulnya menarik, banyak hal yang mungkin masih bisa digali dan dilihat
kembali cerita dan asalnya.
Setelah raja Belanda kalah oleh
Perancis dan kabur ke Inggris, Perancis atas perintah Napoleon Bonaparte pada tanggal
5 Juni 1806 mendirikan kerajaan boneka dengan rajanya Louis Napoleon (adik dari
Napoleon Bonaparte). Sang raja kemudian mengirim Daendels untuk mengambil alih
Indonesia, saat itu bernama Hindia Belanda.
Herman Willem Daendels adalah orang
Belanda yang membelot ke Perancis, dan karena dia sangat percaya dengan
semboyan dan perjuangan Napoleon Bonaparte. Dia hampir ikut dalam setiap pertempuran yang
dilakukan oleh Napoleon. Karenanya Louis
Napoleon percaya padanya. Tugas dia adalah merapihkan dan menyiapkan pulau Jawa
dari serangan Inggris. Yang saat itu Inggris dan Perancis sedang bermusuhan.
“Pertahankan Jawa, berapapun
harganya!” itu adalah perintah langsung dari Kaisar Napoleon I kepada menteri
kelautan dan wilayah jajahan Perancis Admiral Decres.
Begitu datang ke pulau Jawa, yang
pertama dia lakukan adalah mengganti semua bendera Belanda dengan bendera
Perancis. Kemudian mengganti semua pimpinan daerah jajahan sesuai keinginannya.
Banyak didatangkan prajurit-prajurit Perancis ke Jawa dalam rangka persiapan
menghadapi serangan Inggris. Daendels
membangun jalan dari Anyer sampai Panarukan agar semua jalur distribusi tentara
dan amunisinya bisa cepat dan tersedia di seluruh pulau Jawa. Dan untuk di
daerah Batavia dia membongkar kastil Batavia agar tidak dijadikan markas
pasukan jika datang ke Batavia. Kemudian Dia membangun sebuah kota militer
dengan benteng pertahanan yang kokoh dan luas di tanah bekas Prajurit Mataram
tahun 1629 bermarkas saat menyerang Batavia. Batasnya kira-kira dari jalan Matraman
sampai jalan Otista 1 di Jakarta Timur saat ini. Disini juga dibangun sekolah
militer.
Benteng pertahanan ini di perkuat
dengan puluhan meriam yang dipasang di daerah Palmeriam saat ini. Benteng itu
memiliki 7 gerbang pintu masuk. Di daerah gang Bunga saat ini dibangun bunker
yang berisi berton-ton mesiu dan ribuan peluru.
Daendels menyebut itu kubu pertahanan nomor 4. Sedangkan benteng nomor 3
dan nomor 2 adalah sisi timur dari benteng itu. Satu benteng berisi 20 meriam.
Total semua ada 280 meriam. Parit pertahanan yang dibangun prajurit Mataram
sebelumnya diperdalam lagi menjadi 3 meter
dan lebarnya 4 meter, anehnya parit pertahanan ini ada di dalam benteng.
Semuanya sudah dipersiapkan
dengan matang selama 3 tahun sampai duit pemerintah kering kerontang, akibatnya dia harus cari duit dengan cara
lain. Segala cara dia tempuh dari kerja rodi, menaikan pajak sampai korupsi dia
lakukan, akibatnya begitu ketahuan dia ditangkap. Ceritanya Dia membeli tanah di Bogor untuk kemudian
membangun istana Bogor. Setelah jadi dia jual lagi ke pemerintah, kemudian
tanah disekitar istana dia jual kepada pengusaha Cina. Oleh pemerintah pusat di
eropa hal ini dianggap korupsi sehingga dia ditangkap dan dicopot dari
jabatannya. Namun versi lain mengatakan bahwa dia dipanggil karena Napoleon
memerlukan dia. Apapun itu Sang jendral galak pulang ke eropa sebagai tahanan, dan meninggalkan semua rencana dan strategi
pertahanannya. Daendels hanya berada di Jawa 3 tahun, yaitu
tahun 1808 sampai 1811. Dia dibenci Belanda namun disayangi Perancis.
Penggantinya adalah Jendral Jan
William Jenssen. Seorang yang ternyata sangat dikenal Inggris karena pernah bertempur
melawan Inggris di Benua Afrika empat tahun sebelumnya. Dan kalah. Sehingga membuat nafsu inggris merebut Jawa
makin menggebu-gebu.
Ketika 100 kapal laut dengan 12
ribu pasukan Inggris mendarat di Cilincing pada tanggal 4 agustus 1811, tidak
ada perlawanan sama sekali dari Belanda. Bahkan ketika pasukan ini bergerak langsung
menuju Batavia dan membangun tenda di depan gedung Fatahillah semua berjalan
dengan sangat lancar. Kota tua dengan mudah dikuasai Inggris karena semua
tentara Belanda ditarik ke Jatinegara.
Taktik Janssen adalah melemahkan
pasukan Inggris dengan tidak menyediakan air. Semua gudang perbekalan dibumi
hangus, pipa air bersih dihancurkan. Penduduk kota tidak boleh menyimpan air
lebih dari 1 botol. Namun semua sia-sia. Begitu gudang-gudang kosong tanpa
penjagaan, maka penduduk Batavia menjarahnya.
Tanggal 12 agustus 1811, terjadi
pertempuran seru antara Inggris melawan Belanda, Perancis dan Bugis di
Struiswijk atau paseban sekarang. Lagi seru-serunya bertempur disini tiba-tiba
pimpinan Belanda malah menarik mundur pasukannya ke Jatinegara. Sehingga membuat heran pasukan Inggris. Dari pertempuran disini pasukan Inggris mendapatkan air dan logistik
yang ditinggalkan pasukan musuh juga lokasi gambir yang bersih dan bebas
penyakit.
Inggris mulai menyerang lagi
lewat sisi timur benteng, tepatnya di jalan Kayumanis 10 saat ini, saat itu
subuh tanggal 26 Agustus 1811. Alasannya karena posisi benteng ini lebih mudah diserang daripada lewat sebelah
barat, yaitu tebing sungai Ciliwung yang tinggi dan curam. Dengan membawa 2000 prajurit benteng nomor 3 dengan mudah
direbut, pasukan Pernacis yang ada
disitu kocar-kacir dan ketika menyerbu ke benteng nomor 4 sebuah ledakan besar
terjadi. JELEGARRRR.
Ternyata 2 perwira Belanda
mengorbankan dirinya dengan meledakan gudang mesiu yang berisi penuh mesiu dan
peluru. Akibatnya, mayat tentara Inggris
berterbangan, 150 orang pasukan Inggris langsung gugur. Tetapi ternyata pasukan
Belanda-Perancis juga malah ikut mati semua. Selesai sudah perangnya, Inggris
menang dan berhasil menghancurkan benteng ini. Sisa pasukan Belanda-Perancis
langsung melarikan diri ke Bogor.
Saat ini tidak ada bekas
pertempuran disitu, semua sisa-sisa Benteng lenyap. Depo tempat ledakan gudang
mesiu yang bertempat di Jl. KH.Ahmad dahlan saat ini dulunya diberi nama jalan
solitude juga hilang. Karena kesunyian yang ditimbulkan akibat serunya perang
besar itu. Kemudian penamaan rawabangke di Jatinegara adalah akibat adanya ratusan
mayat tentara Inggris, belanda, Perancis
yang dikumpulkan disitu. Bergelimpangan dan bertumpuk di rawa-rawa saat itu.
Janssens melarikan diri ke
Semarang dengan membawa berpeti-peti harta karun belanda yang rencananya untuk
membeli pasukan. Namun uang itu tidak cukup karena emas pemerintah Hindia
belanda sudah lebih dulu habis buat persiapan perangnya Daendels. Akhirnya di
bulan September dia menyerah di Tuntang Salatiga. Total sekitar 6000 orang prajurit Perancis
yang dibawa Daendels dari Perancis gugur dalam pertempuran melawan Inggris di
jawa.
Saat ini parit peninggalan
prajurit Mataram di Palmeriam masih ada dan berfungsi baik. Semenjak dirubah
bentuknya oleh Fauzi Bowo parit yang lebar dan dalam ini menjadi kecil dan aneh
bentuknya. Pemukiman disekitar parit ini
padat dan sempit. Namun suasananya adem dan tentram dengan pepohonan yang
rindang dan tinggi. Pohon angsana disini tumbuh subur dan rimbun. Sebuah oase
di tengah panasnya kota Jakarta. Meriam yang dulu katanya sangat banyak disini
sudah hilang ditelan waktu.
SUMBER
KOMPAS.COM
NATIONALGEOGRAPHIC.GRID.ID
MAJALAH.TEMPO.CO
ACADEMIA.EDU
Perang Napoleon di jawa 1811 oleh Jean Rocher
No comments:
Post a Comment