Thursday, 25 February 2010
longsornya tanah di talegong sampai cisewu
Mendengar adanya Banjir Bandang, Jalan Garut-Pangalengan Lumpuh
Nusantara / Jumat, 19 Februari 2010 01:34 WIB lewat Metrotvnews.com:
: Banjir dan longsor melanda Kecamatan Talegong, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Kamis (18/2) malam. Jalan provinsi Garut-Pangalengan lumpuh total. Sebanyak 12 kepala keluarga atau sekitar 60 jiwa dievakuasi.
Camat Talegong Rena Sudrajat menyatakan, ke-12 KK Kampung Cireundeu itu dievakuasi ke kampung Pilar. Banjir melanda kampung Cibungur, Pasar, Cipasang, dan Warung Gantung. Warga kampung itu dievakuasi di rumah dinas camat, gedung sekolah dan tenda darurat.
Para korban banjir sangat membutuhkan bantuan makanan, tenda dan penambahan taruna siaga bencana. Pasalnya, hingga Kamis tengah malam, kondisi cuaca di lokasi evakuasi memburuk. Wakil Gubernur Jabar, Dede Yusuf dijadwalkan mendatangi korban bencana.
jadi berfikir Wilayah talegong khususnya dan garut bagian selatan harus selalu waspada ketika saat hujan. tanah yang gembur tidak akan kuat menahan gempuran air. Apalagi semua gunung disana sudah gundul. jadi setiap saat warga wilayah ini musti siap jadi pengungsi. terserah pemda sana mau begini terus atau tidak.
Longsor mengisolir jalur transportasi menuju Kecamatan Talegong, Kabupaten Garut. Ribuan warga kecamatan terancam kelaparan. “Sudah lima hari kami terisolir,” kata Camat Talegong Rena Sudrajat, Senin (22/2)
Sekitar 2.357 orang kini berada di pengungsian. Mereka terancam kelaparan karena stok logistik hanya mencukupi hingga hari ini. Mereka berasal dari Desa Sukamulya, Sukalaksana dan warga Desa Sukamaju. Mereka juga terancam mengalami rawan daya beli, akibat mahalnya harga kebutuhan pokok. “Bantuan sebanyak 3 ton beras sudah menipis, hanya cukup untuk makan sore ini saja,” ujarnya.
Bencana longsor terjadi pada Kamis (18/2) itu lalu memutuskan ruas jalan provinsi dari dua arah. Dari arah Garut, longsor merobohkan jembatan Cibubuay dan tembok penahan jembatan Batu Sero sepanjang 10 meter di kampung Nangewer, Desa Sukamulya, sehingga tidak bisa dilewati kendaraan.
Sedangkan dari arah Bandung, longsor terjadi di Kampung Cantigi, Desa Sukalaksana yang menutup badan jalan sepanjang 50 meter dengan ketebalan tanah setinggi 15 meter.
Menurut Rena, untuk membeli kebutuhan hidupnya, warga terpaksa berangkat ke kecamatan terdekat yakni Kecamatan Cisewu dan Pangalengan, Bandung. Namun itu juga harus ditempuh dengan jalan kaki menyusuri lereng-lereng gunung. “Kalau pake motor sangat susah, bahkan waktu tempuhnya juga bisa lebih lama,” ujarnya.
kita lihat desa di talegong:
di foto Kita lihat satu-satunya jalan dari talegong ke cisewu.
Tuesday, 2 February 2010
Pengaruh TV terhadap Anak
Pada saat ini hampir disetiap rumah memiliki televisi sebagai salah satu media informasi. Televisi merupakan media elektronik yang tidak hanya memberikan visualisasi saja tetapi juga suara. Apalagi sekarang ini informasi dari berbagai wilayah sangat mudah didapat termasuk di luar negeri. Selain sebagai media informasi, televisi juga merupakan media hiburan.
Televisi tidak lagi menjadi medium massa namun lebih merupakan medium peminat khusus. Ada saluran-saluran untuk mereka yang menyukai politik, sains, komedi, masak memasak, atau berbelanja. Ada juga saluran-saluran dalam bahasa Inggris, Latin, Cina, serta bahasa-bahasa lain. Walaupun demikian tidak satupun saluran sepenuhnya melayani kebutuhan pendidikan dan informasi anak-anak dari tingkat-tingkat usia yang berkaitan. Televisi umum seringkali terikat pada jadwal waktu penayangan, ketika acara anak-anak harus bersaing memperebutkan pangsa masa tayang yang sama dengan program orang-orang dewasa.
Dalam revolusi teknologi mendatang, terlalu dini untuk melihat apakah saluran-saluran pendidikan yang dipersembahkan bagi anak-anak akan benar-benar untung, mengingat keuntungan komersial mereka tidak jelas dan pendanaan publik terasa meragukan. Agaknya yang lebih mungkin dikembangkan adalah saluran pendidikan yang mendapatkan dukungan-dukungan para pemasang iklan, yang menawarkan program-program, produk-produk dan jasa-jasa bagi para orang tua yang tengah berusaha mengatasi berbagai masalah keorangtuaan kontemporer, seperti mempunyai anak pada usia senja, atau menangani akibat-akibat konflik antara mengejar karir dan membesarkan anak.
Anak-anak dan televisi adalah perpaduan yang sangat kuat, sebagaimana diketahui benar pemasang iklan, pendidik, khususnya anak-anak serta orang tua mereka sendiri. Acara TV sangat berpengaruh besar terhadap anak. Setiap minggu kerumunan anak-anak sebaya mereka betah dirumah karena punya acara favorit dari pukul 06.00 sampai pukul 10.00 yaitu diputarnya film anak-anak secara marathon pada setiap saluran TV, membuat anak tetap terpaku didepan layar kaca sedikitnya empat jam non stop.
Kebiasaan anak ini membuat para orang tua prihatin karena jenis acara yang ditonton, lamanya waktu yang dihabiskan, dan muatan nilai yang telah terserap kedalam pikiran dan perilaku mereka itu belum tentu sesuai dengan kebutuhannya, walaupun berdalih dikemas dalam tayangan berlabel dunia anak. Apalagi tayangan lainnya yang semula secara tidak sengaja tertonton akhirnya malah digemari pula oleh anak. Perlu disusun strategi agar anak tidak terkena pengaruh buruk dari televisi tersebut.
Perkembangan anak tidak terasa sebagai akibat posisi duduk mereka statis dalam waktu lama, kebiasaan nonton TV dengan jarak dekat dapat mengakibatkan daya penglihatan mata berkurang, mudah lelah, bahkan kadang mengganggu jadwal makan, mandi, dan tidur anak, sehingga secara tidak langsung kesehatan mereka terganggu.
Menurut suatu penelitian sebanyak 25% dari anak umur 3,5 dan 4 tahun mengalami gangguan lambat bicara, sulit mengungkapkan sesuatu, dan tidak mengerti jika diajak bicara. Penyebabnya ternyata terlalu banyak menonton TV sehingga ia sedikit berbicara. Hal ini bisa terjadi karena anak yang diajak berdialog oleh ibunya ia akan mendapat stimulasi dari mimik muka, kata-kata dan sentuhan , dibandingkan bila dilakukan oleh tv, tidak terjadi interaksi yang hidup. Ada juga yuang mengalami rentang perhatian pendek, kurang konsentrasi terhadap lngkungan sekitarnya.
Para pecandu tv pada umumnya kurang berminat membaca atau kurang mengembangkan keterampilan membaca. Sesungguhnya dengan banyak membaca membuat anak kaya akan kosa kata, punya pemahaman untuk menghubungkan alur cerita, aktif berfikir, belajar berkonsentraasi dan mendapat berbagai pengetahuan yang sifatnya dapat dibaca ulang, ddan mempertajam kekritisan. Akibat anak terbiasa menonton, ia ccenderung berpola pikir sederhana, searah, tidak kritis, kurang kreatif, kurang sabar, dan tidak bisa mengembangkan imajinasi. Prestasi sekolah pun menurun karena malas membaca buku pelajaran.
Tayangan yang berbau kekerasan dan makian dari film kartun ataupun laga seperti Panji Milinium atau Saras 008 misalnya, dapat dengan mudah ditiru oleh anak, sebab tv menyampaikan gambar dan pesan yang seolah-olah nyata, sekaligus dianggap cara yang umum untuk penyelesaian oleh si anak. Tidak sedikit anak menendang, meninju, memukuul saudaranya, ibu, teman di sekolah tampa sebab karena ingin mencontoh jagoan di tv. Lontaran umpatan dan makian anak yang meniru tayangan tersebut, merupakan bagian dari agresivitas kata-kata.
Lambat laun sosok yang disuguhkan tv secara kontinyu (dibuat bersambung) ini, menjadi kebiasaan perilaku sehari-hari. Anak melhat dunia secara hitam-putih saja, tanpa mampu melihat realita beragamnya nuansa kehidupan, menumpulkan kepekaan perasaan, kurang bisa mencari alternatif pemecahan masalah diri dan lingkungannya.
Tayangan bertema adegan yang menyeramkan muncul makhluk-makhluk aneh, membuat anak sulit membedakan mana khayalan dan mana kenyataan, si anak mengira makhluk itu ada dan akan mengganggu dia, biasanya terbayang teerus dalam ingatan,membuat anak takut oleh sesuau yang semestinya tidak perlu ditakutkan.
Kurang sosialisasi (pergaulan) beerawal dri hubungan kausal (sebab-akibat), tidak adanya teman sebaya di lingkungan rumah, hidup di kawasan terpencil, khawatir situasi kurang aman, dikucilkan teman, hidup di lingkungan kurang kondusif (misal dekat perjudian, banyak anak yang nongkrong, pemabuk, dll), dilarang orang tua banyak bermain di luar rumah, diperparah interaksi yang kurang dengan orang tua sehingga pelarian si anak lebih suka bermain sendiri atau tenggelam asyik di depan layar kaca.
Banyaknya sajian telenovela, sinetron, dan lagu orang ewasa bertemakan kekerasan, percintaan, perselingkuhan dan pergaulan bebas, iklan yang memamerkan aurat wanita, yang diputar pada jam anak msih terjaga, beresiko mereka menyerap perilaku negatif orang dewasa, terlalu cepat kehilangan dunia anak, karena terkontaminasi acara dewasa.
Di Indonesia saat ini, tidak ada usaha serius dari pihak stasiun pemerintah dan stasiun swasta, khususnya political will pemerintah untuk menertibkan dan mengatur waktu acara anak, gelombang frekuensi siaran terpisah bagi anak dan dewasa. Target waktu penayangan aara ditujukan untuk membidik penonton sebanyak-banyaknya dari segala lapisan umur, saling berlomba-lomba membuat rating tertinggi pilihan pemirsa sekaligus mencari keuntungan dari banyaklnya pemasukan iklan, tidak peduli walaupun aaranya tidak bermutu daari segii pendidikan untuk anak, yang penting menjual tontonan bukan tuntunan.
Aktifitas sehari-hari yang dilakukan anak (shalat, belajar, mengerjakan PR, membantu orang tua, dll) biasanya hanyalah sisa waktu setelah menonton tv, bersifat sering menunda pekerjaan, dan tergesa-gesa karena jadwal sehari0hari selalu berubah disesuaikan dengan jam acara kesayangannya.
Ada beberapa alternatif pilihan agar anak mendapat manfaat positif dari tayangan tv. Hal ini tergantung dari sikap orang tua untuk berpartisipasi aktif. Karena terlalu banyak program acara yang ditawarkan, harus dibuat pilihan tema yang paling aman dan sesuai untuk anak, bisa dimusyawarahkan bersama, atau orang tua menonton terlebih dahulu beberapa alternatif piihan, lalu anak disuruh memilih. Jadi,orang tua berfungsi sebagai badan sensor. Oran tua harus mengklasifikasikan tayang mana yang bisa ditonton sendiri oleh anak, harus dilihat bersama orang tua, dan tidak boleh ditonton sama sekali oleh anak.
Upayakan mendampingi anak menonton, orang tua bisa berkreasi sendiri, berpartisipasi aktif bertanya atau meneerima pertanyaan anak, mengarahkan anak, menambah kosa kata, melatih daya imajinasi dengan menggambar apa saja yang dilihatnya, menerangkan kata-kata yang tidak mengeerti, dan mendiskusikan hasil yang ditonton memberi penilaian akhlak seorang muslim apa yang seharusnya dilakukan dan tidak.
Freekuensi menonton harus dibatasi dari segii jumlah mata acara dan durasi (waktu) penayangan. Lembaga Pembinaan dan Perlindungan Konsumen (LP2K) Semarang (1984), meneliti rata-rata anak di Semarang menghabiskan waktu 4 jam sehari di depan tv, selebihnya malah 6,5 - 9,5 jam perhari. Sekiar tiga perempat waktu anak dalam sehari, disamping pergi sekolah, tidur, dll, dihabiskannya di depan tv.
Setengah sampai satu jam itu sudah cukup bagi anak untuk memnonton tv,karena yag harus lebih diperhatikann adalah waktu merekan untuk bermain bersama teman, kakak, atau ibu, si anak tidak pasif tapi jadi partisipan, dan bisa berkomunikasi. Bila orang tua melarang anak menonton tv, maka orang tua pun harus konsukuen untuk ikut berhenti.
Disarankan untuk anak prasekolah sama sekali tidak menonton tv, krena karakteristik anak sebaya mereka mudah meniru perilaku sekitarnya, sering betanya sebagai proses belajar mereka terhadap apa yang dilihatnya, mempunyai kemampuan mengingat yang tinggi, mencari tokoh identifikasi, masa pembentukan dasar stabilitas emosi, intelektual, dan agama dikemudian hari. Alangkah sayangnya masa yang penting dan singkat ini, bila dijejali dengan sumber informasi yang tidak perlu dan tidak berkaitan langsung dengan stimulasi dasar agama, emosi dan pengetahuan yang sesuai dengan reealitas kehidupan dan bisa dimanfaatkan kelk menjadi anak yang shaleh.
Salah seorang konsultan California mengamati perilaku anak-anak berprestasi di sekolah, rata-rata mereka menghabiskan waktu 25 – 35 jam untuk kegiatan belajar yang terpusat pada rumah, semisal mengerjakan pekerjaan rumah, membaca, bermain, olah raga, tugas-tugas rumah atau acara di luar rumah bersama seluruh anggota keluarga.
Televisi tidak lagi menjadi medium massa namun lebih merupakan medium peminat khusus. Ada saluran-saluran untuk mereka yang menyukai politik, sains, komedi, masak memasak, atau berbelanja. Ada juga saluran-saluran dalam bahasa Inggris, Latin, Cina, serta bahasa-bahasa lain. Walaupun demikian tidak satupun saluran sepenuhnya melayani kebutuhan pendidikan dan informasi anak-anak dari tingkat-tingkat usia yang berkaitan. Televisi umum seringkali terikat pada jadwal waktu penayangan, ketika acara anak-anak harus bersaing memperebutkan pangsa masa tayang yang sama dengan program orang-orang dewasa.
Dalam revolusi teknologi mendatang, terlalu dini untuk melihat apakah saluran-saluran pendidikan yang dipersembahkan bagi anak-anak akan benar-benar untung, mengingat keuntungan komersial mereka tidak jelas dan pendanaan publik terasa meragukan. Agaknya yang lebih mungkin dikembangkan adalah saluran pendidikan yang mendapatkan dukungan-dukungan para pemasang iklan, yang menawarkan program-program, produk-produk dan jasa-jasa bagi para orang tua yang tengah berusaha mengatasi berbagai masalah keorangtuaan kontemporer, seperti mempunyai anak pada usia senja, atau menangani akibat-akibat konflik antara mengejar karir dan membesarkan anak.
Anak-anak dan televisi adalah perpaduan yang sangat kuat, sebagaimana diketahui benar pemasang iklan, pendidik, khususnya anak-anak serta orang tua mereka sendiri. Acara TV sangat berpengaruh besar terhadap anak. Setiap minggu kerumunan anak-anak sebaya mereka betah dirumah karena punya acara favorit dari pukul 06.00 sampai pukul 10.00 yaitu diputarnya film anak-anak secara marathon pada setiap saluran TV, membuat anak tetap terpaku didepan layar kaca sedikitnya empat jam non stop.
Kebiasaan anak ini membuat para orang tua prihatin karena jenis acara yang ditonton, lamanya waktu yang dihabiskan, dan muatan nilai yang telah terserap kedalam pikiran dan perilaku mereka itu belum tentu sesuai dengan kebutuhannya, walaupun berdalih dikemas dalam tayangan berlabel dunia anak. Apalagi tayangan lainnya yang semula secara tidak sengaja tertonton akhirnya malah digemari pula oleh anak. Perlu disusun strategi agar anak tidak terkena pengaruh buruk dari televisi tersebut.
Perkembangan anak tidak terasa sebagai akibat posisi duduk mereka statis dalam waktu lama, kebiasaan nonton TV dengan jarak dekat dapat mengakibatkan daya penglihatan mata berkurang, mudah lelah, bahkan kadang mengganggu jadwal makan, mandi, dan tidur anak, sehingga secara tidak langsung kesehatan mereka terganggu.
Menurut suatu penelitian sebanyak 25% dari anak umur 3,5 dan 4 tahun mengalami gangguan lambat bicara, sulit mengungkapkan sesuatu, dan tidak mengerti jika diajak bicara. Penyebabnya ternyata terlalu banyak menonton TV sehingga ia sedikit berbicara. Hal ini bisa terjadi karena anak yang diajak berdialog oleh ibunya ia akan mendapat stimulasi dari mimik muka, kata-kata dan sentuhan , dibandingkan bila dilakukan oleh tv, tidak terjadi interaksi yang hidup. Ada juga yuang mengalami rentang perhatian pendek, kurang konsentrasi terhadap lngkungan sekitarnya.
Para pecandu tv pada umumnya kurang berminat membaca atau kurang mengembangkan keterampilan membaca. Sesungguhnya dengan banyak membaca membuat anak kaya akan kosa kata, punya pemahaman untuk menghubungkan alur cerita, aktif berfikir, belajar berkonsentraasi dan mendapat berbagai pengetahuan yang sifatnya dapat dibaca ulang, ddan mempertajam kekritisan. Akibat anak terbiasa menonton, ia ccenderung berpola pikir sederhana, searah, tidak kritis, kurang kreatif, kurang sabar, dan tidak bisa mengembangkan imajinasi. Prestasi sekolah pun menurun karena malas membaca buku pelajaran.
Tayangan yang berbau kekerasan dan makian dari film kartun ataupun laga seperti Panji Milinium atau Saras 008 misalnya, dapat dengan mudah ditiru oleh anak, sebab tv menyampaikan gambar dan pesan yang seolah-olah nyata, sekaligus dianggap cara yang umum untuk penyelesaian oleh si anak. Tidak sedikit anak menendang, meninju, memukuul saudaranya, ibu, teman di sekolah tampa sebab karena ingin mencontoh jagoan di tv. Lontaran umpatan dan makian anak yang meniru tayangan tersebut, merupakan bagian dari agresivitas kata-kata.
Lambat laun sosok yang disuguhkan tv secara kontinyu (dibuat bersambung) ini, menjadi kebiasaan perilaku sehari-hari. Anak melhat dunia secara hitam-putih saja, tanpa mampu melihat realita beragamnya nuansa kehidupan, menumpulkan kepekaan perasaan, kurang bisa mencari alternatif pemecahan masalah diri dan lingkungannya.
Tayangan bertema adegan yang menyeramkan muncul makhluk-makhluk aneh, membuat anak sulit membedakan mana khayalan dan mana kenyataan, si anak mengira makhluk itu ada dan akan mengganggu dia, biasanya terbayang teerus dalam ingatan,membuat anak takut oleh sesuau yang semestinya tidak perlu ditakutkan.
Kurang sosialisasi (pergaulan) beerawal dri hubungan kausal (sebab-akibat), tidak adanya teman sebaya di lingkungan rumah, hidup di kawasan terpencil, khawatir situasi kurang aman, dikucilkan teman, hidup di lingkungan kurang kondusif (misal dekat perjudian, banyak anak yang nongkrong, pemabuk, dll), dilarang orang tua banyak bermain di luar rumah, diperparah interaksi yang kurang dengan orang tua sehingga pelarian si anak lebih suka bermain sendiri atau tenggelam asyik di depan layar kaca.
Banyaknya sajian telenovela, sinetron, dan lagu orang ewasa bertemakan kekerasan, percintaan, perselingkuhan dan pergaulan bebas, iklan yang memamerkan aurat wanita, yang diputar pada jam anak msih terjaga, beresiko mereka menyerap perilaku negatif orang dewasa, terlalu cepat kehilangan dunia anak, karena terkontaminasi acara dewasa.
Di Indonesia saat ini, tidak ada usaha serius dari pihak stasiun pemerintah dan stasiun swasta, khususnya political will pemerintah untuk menertibkan dan mengatur waktu acara anak, gelombang frekuensi siaran terpisah bagi anak dan dewasa. Target waktu penayangan aara ditujukan untuk membidik penonton sebanyak-banyaknya dari segala lapisan umur, saling berlomba-lomba membuat rating tertinggi pilihan pemirsa sekaligus mencari keuntungan dari banyaklnya pemasukan iklan, tidak peduli walaupun aaranya tidak bermutu daari segii pendidikan untuk anak, yang penting menjual tontonan bukan tuntunan.
Aktifitas sehari-hari yang dilakukan anak (shalat, belajar, mengerjakan PR, membantu orang tua, dll) biasanya hanyalah sisa waktu setelah menonton tv, bersifat sering menunda pekerjaan, dan tergesa-gesa karena jadwal sehari0hari selalu berubah disesuaikan dengan jam acara kesayangannya.
Ada beberapa alternatif pilihan agar anak mendapat manfaat positif dari tayangan tv. Hal ini tergantung dari sikap orang tua untuk berpartisipasi aktif. Karena terlalu banyak program acara yang ditawarkan, harus dibuat pilihan tema yang paling aman dan sesuai untuk anak, bisa dimusyawarahkan bersama, atau orang tua menonton terlebih dahulu beberapa alternatif piihan, lalu anak disuruh memilih. Jadi,orang tua berfungsi sebagai badan sensor. Oran tua harus mengklasifikasikan tayang mana yang bisa ditonton sendiri oleh anak, harus dilihat bersama orang tua, dan tidak boleh ditonton sama sekali oleh anak.
Upayakan mendampingi anak menonton, orang tua bisa berkreasi sendiri, berpartisipasi aktif bertanya atau meneerima pertanyaan anak, mengarahkan anak, menambah kosa kata, melatih daya imajinasi dengan menggambar apa saja yang dilihatnya, menerangkan kata-kata yang tidak mengeerti, dan mendiskusikan hasil yang ditonton memberi penilaian akhlak seorang muslim apa yang seharusnya dilakukan dan tidak.
Freekuensi menonton harus dibatasi dari segii jumlah mata acara dan durasi (waktu) penayangan. Lembaga Pembinaan dan Perlindungan Konsumen (LP2K) Semarang (1984), meneliti rata-rata anak di Semarang menghabiskan waktu 4 jam sehari di depan tv, selebihnya malah 6,5 - 9,5 jam perhari. Sekiar tiga perempat waktu anak dalam sehari, disamping pergi sekolah, tidur, dll, dihabiskannya di depan tv.
Setengah sampai satu jam itu sudah cukup bagi anak untuk memnonton tv,karena yag harus lebih diperhatikann adalah waktu merekan untuk bermain bersama teman, kakak, atau ibu, si anak tidak pasif tapi jadi partisipan, dan bisa berkomunikasi. Bila orang tua melarang anak menonton tv, maka orang tua pun harus konsukuen untuk ikut berhenti.
Disarankan untuk anak prasekolah sama sekali tidak menonton tv, krena karakteristik anak sebaya mereka mudah meniru perilaku sekitarnya, sering betanya sebagai proses belajar mereka terhadap apa yang dilihatnya, mempunyai kemampuan mengingat yang tinggi, mencari tokoh identifikasi, masa pembentukan dasar stabilitas emosi, intelektual, dan agama dikemudian hari. Alangkah sayangnya masa yang penting dan singkat ini, bila dijejali dengan sumber informasi yang tidak perlu dan tidak berkaitan langsung dengan stimulasi dasar agama, emosi dan pengetahuan yang sesuai dengan reealitas kehidupan dan bisa dimanfaatkan kelk menjadi anak yang shaleh.
Salah seorang konsultan California mengamati perilaku anak-anak berprestasi di sekolah, rata-rata mereka menghabiskan waktu 25 – 35 jam untuk kegiatan belajar yang terpusat pada rumah, semisal mengerjakan pekerjaan rumah, membaca, bermain, olah raga, tugas-tugas rumah atau acara di luar rumah bersama seluruh anggota keluarga.
Anak yang Sensitif
Anak yang Sensitif
Farhan di sekolah tampak murung, ia tidak mau mengikuti pelajaran seperti biasa. Ketika istirahat, ibu guru mendekatinya dan bertanya mengapa Farhan terlihat murung, “ Tidak ada yang mengajakku berbicara hari ini”. “Wah jadi kamu sedih ya, “, kata Bi Guru. Lalu Farhan berkata lagi “ Sarah baik sekali bu, ia bilang gambarku bagus”.
Kasus seperti bisa kita temui di sekolah. Ketika anak merasa sendirian, ia akan benar-benar sedih dan biasanya malas untuk mengerjakan tugas. Bahkan tak jarang menangis diam-diam tanpa diketahui secara jelas penyebabnya. Disinilah kita perlu mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada anak dan sebisa mungkin membantu anak agar dapat segera keluar dari perasaan tersebut. Perlu kita pahami pula bahwa anak tersebur termasuk anak dengan tempramen sensitif.
Mary Sheedy Kurcinka dalam buku Raising Your Spirited Child menjelaskan ciri-ciri yang ditunjukkan anak yang sensitif, yaitu ;
1. Rentan, sering mendramatisir kejadian dan sangat perasa.
2. Mereka sangat sadar dan peka akan kebutuhannya, keinginannya dan harapannya untuk dihargai oleh orang disekitarnya.
3. Ciri khas anak ini adalah mengeluh, membutuhkan waktu yang panjang untuk mengerjakan suatu hal (tanpa dapat dipaksa)
4. Anak-anak ini ingin mengetahui bahwa ia tidak sendirian dalam penderitaannya (menurut versi anak) dan mereka juga ingin pendidik juga merasakan perasaan yang sama.
Terkadang kita menganggap anak yang demikian adalah anak yang manja, cengeng dan bermasalah. Bahkan terkadang kita menganggap buruk terhadap tempramen-tempramen yang bermasalah. Padahal tempramen-tempramen yang bermasalah ternyata merupakan asset yang luar biasa ketika anak itu dewasa. Sama atau tidak tempramen kita dengan anak, yang jelas kita tidak dapat mengubahnya agar sesuai dengan yang kita inginkan. Yang dapat kita lakukan adalah memainkan peran membantu anak untuk belajar mengatasi dan mengatur tempramen yang telah Allah berikan sehingga anak menjadi lebih mudah diajak kerjasama dan mengurangi penolakan anak.
Kesalahan Pendidik Menghadapi Anak-anak Sensitif
1. Biasanya ketika dimengerti perasaannya,akan terjadi perubahan atau pergeseran perasaan, lalu pendidik berkomentar “ kalau Sarah bicara dengan kamu berarti masih ada dong orang yang mau bicara dengan kamu.”(Hal ini akan membuat anak merasa tidak dimengerti. Maka biarkan saja terjadi perubahan mood )
2. Menghibur anak atau mencoba menyelesaikan masalah anak.Anak-anak akan mencoba semakin mendramatisir masalahnya. Jika anak sedang sedih tidak akan ada gunanya melarang anak untuk bersedih. Membicarakan hal-hal yang positif justru memebuat anak semakina mendramatisir keadaan supaya orang lain mau memahami perasaannya. Jangan tergoda untuk mencoba menyelesaikan masalah anak walaupun maksudnya untuk menghibur atau membuat anak merasa lebih enak. Cobalah untuk mendengar dalam rangka memahami anak bukan untuk menanggapi
Disiplin
1. Dimengerti dan didengarkan
2. Mereka harus tahu bahwa mereka tidak sendiri saat merasa kesulitan
3. Jika anak menolak untuk melakukan sesuatu katakan “ ibu tahu kamu tidak ingin melakukan itu tapi ibu minta kamu untuk pergi ketempat itu” (dengan kata-kata empati, berikan anak waktu dan kesempatan untuk merasa enak dan mudah untuk diajak kerjasama)
Yang Perlu Diperhatikan
1. Anak sensitif biasanya sulit untuk menyesuaikan diri dengan situasi/orang baru. Anak-anak ini memerlukan waktu lebih banyak untuk memulai dan membentuk persahabatan. Ketika persahabatan terjalin anak-anak ini sangat loyal, tetapi ketika disakiti anak-anak ini akan sulit untuk memaafkan.
2. Anak-anak perlu belajar ketrampilan memaafkan dan melupakan. Jika pendidik mau mendengar dan mengerti, hal ini sangat membantu anak untuk menyesuaikan diri dengan kekecewaan dalam hidup dan meningkatkan kemampuan anak untuk memaafkan.
Ciri Kepribadian Saat Dewasa
Jika anak-anak ini mendapat disiplin yang tepat maka kelebihan dan kekuatan yang dimilikinya akan berkembang. Jika mendapatkan disiplin yang tepat, anak sensitif biasanya akan menjadi anak-anak yang penuh perhatian, punya pemahaman yang tajam, kreatif, komunikator yang baik dan jujur. Mereka akan menjadi orang yang penuh kasih sayang, hangat, lembut dan suka menolong. Mereka merasakan kepuasan dengan memberikan pelayanan kepad orang lain dan dunia.
Farhan di sekolah tampak murung, ia tidak mau mengikuti pelajaran seperti biasa. Ketika istirahat, ibu guru mendekatinya dan bertanya mengapa Farhan terlihat murung, “ Tidak ada yang mengajakku berbicara hari ini”. “Wah jadi kamu sedih ya, “, kata Bi Guru. Lalu Farhan berkata lagi “ Sarah baik sekali bu, ia bilang gambarku bagus”.
Kasus seperti bisa kita temui di sekolah. Ketika anak merasa sendirian, ia akan benar-benar sedih dan biasanya malas untuk mengerjakan tugas. Bahkan tak jarang menangis diam-diam tanpa diketahui secara jelas penyebabnya. Disinilah kita perlu mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada anak dan sebisa mungkin membantu anak agar dapat segera keluar dari perasaan tersebut. Perlu kita pahami pula bahwa anak tersebur termasuk anak dengan tempramen sensitif.
Mary Sheedy Kurcinka dalam buku Raising Your Spirited Child menjelaskan ciri-ciri yang ditunjukkan anak yang sensitif, yaitu ;
1. Rentan, sering mendramatisir kejadian dan sangat perasa.
2. Mereka sangat sadar dan peka akan kebutuhannya, keinginannya dan harapannya untuk dihargai oleh orang disekitarnya.
3. Ciri khas anak ini adalah mengeluh, membutuhkan waktu yang panjang untuk mengerjakan suatu hal (tanpa dapat dipaksa)
4. Anak-anak ini ingin mengetahui bahwa ia tidak sendirian dalam penderitaannya (menurut versi anak) dan mereka juga ingin pendidik juga merasakan perasaan yang sama.
Terkadang kita menganggap anak yang demikian adalah anak yang manja, cengeng dan bermasalah. Bahkan terkadang kita menganggap buruk terhadap tempramen-tempramen yang bermasalah. Padahal tempramen-tempramen yang bermasalah ternyata merupakan asset yang luar biasa ketika anak itu dewasa. Sama atau tidak tempramen kita dengan anak, yang jelas kita tidak dapat mengubahnya agar sesuai dengan yang kita inginkan. Yang dapat kita lakukan adalah memainkan peran membantu anak untuk belajar mengatasi dan mengatur tempramen yang telah Allah berikan sehingga anak menjadi lebih mudah diajak kerjasama dan mengurangi penolakan anak.
Kesalahan Pendidik Menghadapi Anak-anak Sensitif
1. Biasanya ketika dimengerti perasaannya,akan terjadi perubahan atau pergeseran perasaan, lalu pendidik berkomentar “ kalau Sarah bicara dengan kamu berarti masih ada dong orang yang mau bicara dengan kamu.”(Hal ini akan membuat anak merasa tidak dimengerti. Maka biarkan saja terjadi perubahan mood )
2. Menghibur anak atau mencoba menyelesaikan masalah anak.Anak-anak akan mencoba semakin mendramatisir masalahnya. Jika anak sedang sedih tidak akan ada gunanya melarang anak untuk bersedih. Membicarakan hal-hal yang positif justru memebuat anak semakina mendramatisir keadaan supaya orang lain mau memahami perasaannya. Jangan tergoda untuk mencoba menyelesaikan masalah anak walaupun maksudnya untuk menghibur atau membuat anak merasa lebih enak. Cobalah untuk mendengar dalam rangka memahami anak bukan untuk menanggapi
Disiplin
1. Dimengerti dan didengarkan
2. Mereka harus tahu bahwa mereka tidak sendiri saat merasa kesulitan
3. Jika anak menolak untuk melakukan sesuatu katakan “ ibu tahu kamu tidak ingin melakukan itu tapi ibu minta kamu untuk pergi ketempat itu” (dengan kata-kata empati, berikan anak waktu dan kesempatan untuk merasa enak dan mudah untuk diajak kerjasama)
Yang Perlu Diperhatikan
1. Anak sensitif biasanya sulit untuk menyesuaikan diri dengan situasi/orang baru. Anak-anak ini memerlukan waktu lebih banyak untuk memulai dan membentuk persahabatan. Ketika persahabatan terjalin anak-anak ini sangat loyal, tetapi ketika disakiti anak-anak ini akan sulit untuk memaafkan.
2. Anak-anak perlu belajar ketrampilan memaafkan dan melupakan. Jika pendidik mau mendengar dan mengerti, hal ini sangat membantu anak untuk menyesuaikan diri dengan kekecewaan dalam hidup dan meningkatkan kemampuan anak untuk memaafkan.
Ciri Kepribadian Saat Dewasa
Jika anak-anak ini mendapat disiplin yang tepat maka kelebihan dan kekuatan yang dimilikinya akan berkembang. Jika mendapatkan disiplin yang tepat, anak sensitif biasanya akan menjadi anak-anak yang penuh perhatian, punya pemahaman yang tajam, kreatif, komunikator yang baik dan jujur. Mereka akan menjadi orang yang penuh kasih sayang, hangat, lembut dan suka menolong. Mereka merasakan kepuasan dengan memberikan pelayanan kepad orang lain dan dunia.
Subscribe to:
Posts (Atom)