Thursday 24 November 2011

pandangan hidup orang sunda



Pandangan hidup orang sunda pada dasarnya dilandasi oleh sikap “silih asih, silih asah, dan silih asuh”, artinya saling mengasihi, saling mengasah atau mengajari, dan saling mengasuh sehingga tercipta suasana kehidupan masyarakat yang diwarnai keakraban,kerukunan, kedamaian, ketentraman, dan kekeluargaan.

Seperti tampak pada data ungkapan sehari-hari mereka berikut ini:

1. Kawas gula jeung peueut
‘seperti gula dengan nira yang matang’
artinya : hidup rukun sayang menyayangi, tidak pernah berselisih.

2. Ulah kawas seuneu jeung injuk
‘jangan seperti api dengan ijuk’
Artinya: jangan mudah berselisih.agar pandai mengendalikan napsu-napsu
negatif yang merusak hubungan dengan orang lain.

3. Ulah nyieun pucuk ti girang
‘jangan merusak tunas dari hulu’
Artinya: jangan mencari bibit permusuhan

4. Ulah neundeun piheuleut ulah nunda picela
‘jangan menyimpan jarak jangan menyimpan cela’
Artinya: jangan mengajak orang lain untuk melakukan kejelekan dan
permusuhan.

5. Bisi aya ti geusan mandi
‘kalau-kalau ada dari tempat mandi’
Artinya: segala sesuatu harus dipertimbangkan agar pihak lain tidak
tersinggung.

6. Henteu asa jeung jiga
‘tidak merasa sangsi dan ragu’
Artinya: sudah merasa seperti saudara, bersahabat

7. Yén ana perkara ajang dhéng buka (Jawa-Cirebon)
‘jika ada perkara jangan dibuka’
Artinya: jika kita mengetahui sesuatu kejelekan orang lain, hal itu Janganlah
disebarluaskan.


8. Ulah rubuh-rubuh gedang
‘jangan rebah seperti pepaya’
Artinya: janganlah mengerjakan pekerjaan tanpa mengetahui apa maksud dan
tujuannya, hanya karena orang lain melakukannya.

9. Ngadeudeul ku congo rambut
‘memberi bantuan dengan ujung rambut’
Artinya: memberi sumbangan atau bantuan kecil, tetapi disertai
kerelaan atau dengan ikhlas hati.

10. Pondok jodo panjang baraya
‘pendek jodoh panjang persaudaraan’
Artinya: meskipun sebagai suami istri sudah berpisah, hendaknya
persaudaraan tetap dilanjutkan/dipertahankan.


Masyarakat Sunda sering menghindari hal-hal perselisihan, menghindari
menghasut dan melibatkan orang lain ke dalam perselisihan, sebagaimana tampak
dalam ungkapan Nomor 2,3, dan 10. Selain itu, ada juga ungkapan sebagaimana
berikut ini.
11. Ulah marebutkeun balung tanpa eusi
‘jangan memperebutkan tulang tanpa isi’
Artinya: jangan memperebutkan perkara yang tidak ada gunanya’

12. Ulah ngadu-ngadu raja wisuna
‘jangan membangkitkan amarah’
Artinya: jangan membangkitkan bibit kemarahan antara dua orang agar pecah
persahabatannya/berpisah bersahabat.


Hidup rukun dan damai akan tercapai apabila dalam kehidupan bermasyarakat
kita saling sayang-menyayangi, saling hormat-menghormati, dan tidak memancing
keresahan dan kemarahan orang lain, seperti tampak pada ungkapan nomor 3 dan 7 di
samping ungkapan berikut ini:
13. Ulah ngaliarkeun taleus ateul
‘jangan menyebarkan talas gatal’
Artinya: jangan menyebarkan perkara yang dapat menimbulkan
keburukan/keresahan.

Selain itu, di dalam proses interaksi sosial antara individu yang satu dengan
individu lainnya, dalam masyarakat Sunda tidak boleh menyinggung perasaan orang
lain yang akan mengakibatkan perpecahan di antara anggota masyarakat itu sendiri.
Seperti terungkap dalam data nomor 5 dan ungkapan berikut ini.
14. Ulah nyolok mata buncelik
‘jangan mencolok mata yang melotot’
Artinya: jangan berbuat sesuatu di hadapan orang lain, dengan
maksud mempermalukan orang lain.

15. Ulah biwir nyiru rombéngeun
‘bibir jangan seperti niru yang rusak dan sobek-sobek’
Artinya: janganlah membicarakan sesuatu yang tidak pantas
terdengar oleh orang lain, senantiasa mengendalikan diri dalam
bertutur kata.

Sesuai dengan sosial solidaritas, bahwa dalam berkehidupan bermasyarakat
kita tidak boleh mementingkan diri sendiri tetapi harus mendahulukan kepentingan
masyarakat dan keputusan pribadi yang tidak menguntungkan, sesuai dengan sikap
yang dikehendaki oleh masyarakat Sunda yang tidak boleh mementingkan diri sendiri,
sebagaimana tampak dalam ungkapan berikut ini:
16. Buruk-buruk papan jati
‘betapa pun lapuknya kayu jati itu kuat’
Artinya: betapapun besar kesalahan saudara atau sahabat, mereka
tetap saudara kita, orang tua tentu dapat mengampuninya.

17. Kaciwit daging kabawa tulang
‘tercubit kulit dagingpun terbawa’
Artinya: ikut tercemar karena perbuatan salah seorang sanak keluarga

18. Ulah mapay ka puhu leungeun
‘jangan menyusur ke pangkal lengan’
Artinya: janganlah kesalahan anak membawa buruk kepada orang tuanya.


Manusia di muka bumi ini sesuai dengan ajaran agama diwajibkan saling
hormat-menghormati, dan saling harga menghargai dengan sesama manusia, sesuai
pula dengan sila Pancasila. Dalam masyarakat Sunda pun hal itu tercermin pada
ungkapan berikut ini:
19. Wong asih ora kurang pangalé, wong sengit ora kurang panyacad
‘orang pengasih tidak kurang pujian, orang yang jelek (pemarah) tidak
kekurangan celaan’
Artinya: orang yang pengasih kepada yang lain akan disenangi, dan orang
yang bengis akan dibenci.

20. Ana deleng dén deleng, anu rungu dén rungu
‘ada penglihatan dilihat, ada pendengaran didengar’
Artinya: jika ada sesuatu lihatlah atau dengarlah dengan patuh, tetapi
janganlah dilihat atau didengar dengan tujuan jelek.

No comments:

Post a Comment